SELAMAT DATANG DI BLOG ANAK BUGIS RANTAU TARO ADA TARO GAU

Kamis, 30 Desember 2010

Dapur Orang Bugis ~ Makassar

Jika Anda melihat rumah tradisional orang Bugis-Makassar, pasti mudah bagi Anda untuk mengenali bentuk rumahnya. Ciri utama rumah Bugis-Makassar adalah bentuk rumah tiang atau rumah panggung. Rumah panggung masyarakat Bugis Makassar dapat ditelusuri pembagian ruang-ruangnya, yang terbagi dalam tiga tingkatan ruang, yakni ruang atas, ruang tengah dan ruang bawah.

Eksistensi Dapur

Istilah dapur (tradisioal) disini mencakup pengertian dapur sebagai ruang /bangunan, tempat menyimpan peralatan masak dan tempat berlangsungnya kegiatan makan minum. Eksistensi dapur ini timbul bersamaan dengan diketemukannya api oleh manusia.

Dapur bagi orang Bugis-Makassar sangat dekat dengan proses dan eksistensi keluarga. Keluarga yang masih “hidup” dapat ditengarai dengan dapur yang masih berasap. Sebaliknya sebuah dapur yang sudah tidak berasap lagi menandakan bahwa keluarga pemilik dapur sudah mati.

Dapur tradisional Bugis-Makasar pada umumnya berbentuk segi empat, mengikuti filsafat orang Sulawesi Selatan yang disebut “Sulapa Eppa” yang artinya “Yang dianggap paling sempurna adalah yang bersegi empat”. Bentuk formasi bangunan untuk perletakan tungku ada yang terbuat dari kayu dan ada pula yang diletakkan di atas lantai rumah secara berdampingan.

Bangunan dapur tradisional Bugis-Makasar ada yang bertingkat dua. Lantai atas digunakan untuk tempat menyimpan dan mengeringkan kayu bakar atau menyimpan peralatan dapur. Lantai bawah digunakan untuk memasak. Tungku masak yang digunakan kebanyakan masih menggunakan tiga batu yang diatur di atas lantai yang sudah diberi pasir atau tanah. Dalam satu dapur bisa berderet dua sampai tiga buah tungku. Bila masih memerlukan tungku lagi, dibuatlah tungku yang terpisah dengan dapur yang disebut dapo (Bugis) atau palu (Makasar) yang mudah dipindah-pindahkan.

Di beberapa daerah di Sulawesi bagian Selatan, palu yang mempunyai bentuk seperti perahu dengan tiga tatakan sangat dominan dipakai. Sedangkan untuk wilayah utara cukup bervariasi, diantaranya: formasi tiga batu, bentuk silinder, dua besi panjang sejajar, dan lain sebagainya.

Dalam perkembangan selanjutnya, dapur tersebut bergeser ke ruang belakang dan dibuatkan bangunan tambahan khusus di bagian belakang atau bagian sebelah kiri bangunan induk. Bangunan khusus untuk dapur ini disebut Jongke atau Bola dapureng. Jongke ini merupakan tempat pelaksanaan kegiatan penyediaan makanan dan minuman keluarga atau tamu, serta tempat untuk menyimpan makanan dan peralatan masak.

Dapur orang Bugis-Makasar [sesuai dengan pengetahuan lokal para nenek moyang mereka] diusahakan menghadap Utara atau Selatan. Jika dapur menghadap utara maka orang yang memasak akan menghadap ke Selatan, begitu pula sebaliknya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari asap dapur yang sangat dipengaruhi oleh angin musim yang bertiup dari arah barat atau timur. Hal ini masih dipengaruhi lagi oleh letak dan posisi dapur terhadap keadaan lingkungan sekitarnya, seperti daerah perbukitan/ pegunungan. Hal lain yang kurang diperhatikan adalah sistem ventilasi dapur, sehingga kondisi udara di dapur tidak sehat.

Peralatan Memasak

Pada umumnya peralatan dapur tradisional orang Bugis-Makasar dapat diklasifikasikan menurut jenis material peralatan tersebut :

a. Terbuat dari tanah liat: dapo/pallu (anglo), Oring tana/Uring buta (periuk), bempa/gumbang (tempayan), dll.

b. Terbuat dari logam yaitu: oring beddi/uring bassi (periuk), panci, ceret, pammutu bessi/pamja besi (wajan) piso/ lading (pisau), bangkung/ berang parang), baki.

c. Terbuat dari bambu: pabberang api (peniup api), paccipi (penjepit), pattapi (niru), rakki (tempat mengeringkan bahan makanan), jamba (tempat nasi dari anyaman bambu).

d. Terbuat dari kayu: dulang (tempat nasi), piring kayu

e. Terbuat dari tempurung kelapa: kaddaro innungeng/inungang (gelas tempurung), sinru kaddaro/si’ru kaddaro (sendok tempurung), piring kaddaro.

f. Terbuat dari anyaman: assokkoreng (kukusan), baku-baku (bakul nasi), appanatireng santang (tapisan santan), paberesse/pa’berassang (tempat beras)

g. Terbuat dari batu: pakungeng batu (lesu batu), accobereng/accebekang (cobek)

Fungsi Dapur

Fungsi dapur juga mengalami perkembangan mengikuti budaya dan masyarakat. Fungsi dapur sekarang dapat disebutkan sebagai berikut :

a. Tempat untuk kegiatan penyediaan dan pengolahan makanan dan minuman untuk keluarga dan tamu. Di sini perempuan memegang otoritas penuh atas ruang dan waktu.

b. Tempat menyimpan peralatan dan persediaan makanan dan minuman.

c. Tempat cuci dan pembuangan

d. Tempat untuk sosialisasi awal bagi anak perempuan memasuki dunia perempuan serta mempererat hubungan kekerabatan dengan anggota keluarga lain atau tetangga

e. Tempat usaha: membuat kue, makanan dan minnuman.

Pandangan Terhadap Dapur

Sejalan dengan fungsi-fungsi dapur tersebut, tumbuh nilai-nilai atau norma yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat setempat. Misalnya, untuk menerima tamu (bukan famili), tidak melewati batas ruang tamu, apalagi masuk ruang dapur. Karena dapur merupakan rahasia keluarga/kehidupan rumah tangga, sehingga ruang dapur dibatasi hanya untuk kerabat dekat saja.

Pemanfaatan dapur sebagai salah satu bagian rumah juga membawa nilai-nilai atau norma-norma yang harus ditaati. Oleh karena itu ada beberapa perilaku yang tidak boleh dilanggar karena dapat membawa bencana bagi siapa saja yang melanggarnya.

Beberapa pantangan tersebut adalah:

a. Tidak boleh menginjak dapur (tungku), barang siapa menginjak tungku dia akan bersifat seperti kucing (dalam masalah seksual), artinya, orang yang suka menginjak dapur akan suka melanggar norma/nilai di bidang seks.

b. Anak gadis tidak boleh menyanyi di depan dapur. Jika dilanggar dia akan bersuamikan orang tua atau mempunyai anak tiri.

c. Pada saat seorang nelayan turun ke laut, api dapur tidak boleh padam. Hal ini dimaksudkan agar nelayan/suami tersebut selamat pergi dan pulang dari melaut.

d. Pada musim pengolahan tanah, istri petani tidak boleh memberi api dapurnya kepada dapur tetangganya. Hal ini dilarang karena akan mengakibatkan padinya habis dimakan ulat/tikus.

e. Laki-laki tidak boleh bekerja di dapur karena menurunkan derajat laki-laki.

f. Laki-laki (suami) tidak boleh memegang alat-alat masak. Hal ini menandakan suami tidak percaya kepada istrinya.

g. Tidak boleh memukul anak-anak dengan alat-alat masak seperti sendok dan sebagainya, hal ini menyebabkan anak tersebut menjadi bodoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMOGA PADA MADECENG