SELAMAT DATANG DI BLOG ANAK BUGIS RANTAU TARO ADA TARO GAU

Kamis, 24 Februari 2011

Mengenang Lamellong Kajaolalliddong

Lamellong dikenal sebagai orang yang paling berperan dalam menciptakan pola dasar pemerintahan Kerajaan Bone di masa lampau. Tepatnya pada abad ke-16 masa pemerintahan Raja Bone ke-6 La Uliyo Bote’E (1543-1568) dan raja Bone ke-7 Tenri Rawe BongkangngE (1568-1584). Lamellong muncul ibarat bintang gemilang di kerajaan. Dengan pokok-pokok pikiran tentang hukum dan ketatanegaraan. Pokok-pokok pikiran beliau menjadi acuan bagi Raja dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan.
Tentang Lamellong di tanah Bugis, dilacak melalui sumber-sumber lisan berupa cerita rakyat dan catatan sejarah, baik dari lontara maupun tulisan-tulisan lainnya. Serpihan tulisan yang ada lebih banyak mencatat tentang buah pikirannya yang menyangkut “Konsep Hukum dan Ketatanegaraan” dalam bahasa Bugis Bone disebut “Pangngadereng”.
Dalam lintasan perjalanan Kerajaan Bone dilukiskan, betapa besar jasa Lamellong dalam mempersatukan tiga Kerajaaan Bugis, yakni Bone, Soppeng, dan Wajo, dalam sebuah ikrar sumpah setia untuk saling membantu dalam hal pertahanan dan pembangunan kerajaan. Ikrar ini dikenal dengan nama “Lamumpatua” ri Timurung tahun 1582 pada masa pemerintahan La tenri Rawe BongkangngE.
Dalam ikrar itu ketiga raja yakni, La Tenri Rawe BongkangngE (Bone), La Mappaleppe PatoloE (Soppeng), dan La Mungkace To Uddamang (Wajo) menandai ikrar itu dengan menenggelamkan tiga buah batu.
Pokok-pokok pikiran Lamellong yang dianjurkan kepada raja Bone ada empat hal, yakni :
1.Tidak membiarkan rakyatnya bercerai-berai;
2.Tidak memejamkan mata siang dan malam;
3.Menganalisis sebab akibat suatu tindakan sebelum dilakukan; dan
4.Raja harus mampu bertututur kata dan menjawab pertanyaan.
Gelar Kajao
Karena pola pikiran dan kemampuannya yang luar biasa itu, maka Lamellong diberi gelar penghargaan dari kerajaan yang disebut “Kajao Lalliddong”. Kajao berarti orang cerdik pandai dari kampung Lalliddong. Ia dilahirkan pada masa pemerintahan Raja Bone ke-4 We Benrigau (1496-1516).
Sejak kecil dalam diri Lamellong telah nampak adanya bakat-bakat istimewa untuk menjadi seorang ahli pikir yang cemerlang.. Bakat-bakat istimewa itu kemudian nampak menjelang usia dewasanya yang dilatarbelakangi iklim yang bergolak, di mana pada zaman itu Gowa telah berkembang sebagai kerajaan yang kuat di jazirah Sulawesi Selatan. Kerajaan-kerajaan kecil yang merdeka di Sulawesi Selatan satu demi satu ditaklukkannya baik secara damai maupun kekerasan. Hanya Kerajaan Bonelah yang masih dapat mempertahankan diri dari ekspansi Gowa. Akan tetapi lambat laun Kerajaan Bone dalam keadaan terkepung menyebabkan kerajaan dan rakyat Bone dalam situasi darurat, namun akhirnya dua kerajaan yang berseteru berdamai.
Menurut catatan Lontara, bahwa pada masa pemerintahan Raja Bone ke-7 La Tenri Rawe BongkangngE. Lamellong atau Kajao lalliddong diangkat menjadi penasihat dan Duta Keliling Kerajaan Bone. Ia dikenal sebagi seorang ahli pikir besar, negarawan, dan seorang diplomat ulung bagi negara dan bangsanya.
Dalam perjanjian Caleppa (Ulu Kanaya ri Caleppa) antara Kerajaan Bone dan Gowa tahun 1565. Lamellong atau Kajao Lalliddong memainkan peranan penting. Juga perjanjian persekutuan antara kerajaan Bone,Soppeng, dan Wajo yang disebut Perjajnjian LamumpatuE ri Timurung tahun 1582.
Ajaran-ajaran Kajao termuat dalam berbagai Lontara diantaranya LATOA seperti beberapa alinea yang dikutip berikut ini :
Dalam dialog Kajao dengan raja Bone (berkata Raja Bone : Apa tandanya apabila negara itu mulai menanjak kejayaannya? Jawab Kajao : Duwa tanranna namaraja tanae, yanaritu seuwani namalempu namacca Arung MangkauE, madduwanna tessisala-salae. Artinya : dua tandanya negara menjadi jaya, pertama raja yang memerintah memiliki kejujuran serta kecerdasan, kedua di dalam negeri tidak terjadi perselisihan.
Selain itu, ajaran Lamellong Kajao Lalliddong mengenai pelaksanaan pemerintahan dan kemasyarakatan yang disebut “Inanna WarangparangngE” yaitu sumber kekayaan, kemakmuran, dan keadilan antara lain :
1. Perhatian Raja terhadap rakyatnya harus lebih besar dari pada perhatian terhadap dirinya sendiri;
2. Raja harus memiliki kecerdasan yang mampu menerima serta melayani orang banyak;
3. Raja harus jujur dalam segala tindakan.
Tiga faktor utama yang ditekankan Kajao dalam pelaksanaan pemerintahan, merupakan ciri demokratisasi yang membatasi kekuasaan Raja, sehingga Raja tidak dapat bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan norma yang telah ditetapkan. Tentang Pembatasan kekuasaan, dalam lontara disebutkan, bahwa Arung Mangkau berkewajiban untuk menghormati hak-hak orang banyak. Perhatian Raja harus sepenuhnya diarahkan kepada kepentingan rakyat sesuai amanah yang telah dipercayakan kepadanya.

Lebih jauh Lamellong Sang Kajao menekankan bahwa raja dalam melaksanakan roda pemerintahannya harus berpedoman kepada “Pangngadereng” (Sistem Norma). Adapun sistem norma menurut konsep Lamellong Kajao Lalliddong sebagai berikut :
1. ADE’
Ade merupakan komponen pangngaderen yang memuat aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat. Ade’ sebagai pranata sosial didalamnya terkandung beberapa unsur antara lain :
a. Ade pura Onro, yaitu norma yang bersifat permanen atau menetap dengan sukar untuk diubah.
b. Ade Abiasang, yaitu sistem kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat yang dianggap tidak bertentangan dengan hak-hak asasi manusia.
c. Ade Maraja, yaitu sistem norma baru yang muncul sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
2. BICARA
Bicara adalah aturan-aturan peradilan dalam arti luas. Bicara lebih bersifat refresif, menyelesaikan sengketa yang mengarah kepada keadilan dalam arti peradilan bicara senantiasa berpijak kepada objektivitas, tidak berat sebelah. Pabbicara diera sekarang ini adalah Hakim.
3. RAPANG
Rapang adalah aturan yang ditetapkan setelah membandingkan dengan keputusan-keputusan terdahulu atau membandingkan dengan keputusan adat yang berlaku di negeri tetangga.
4. WARI
Wari adalah suatu sistem yang mengatur tentang batas-batas kewenangan dalam masyarakat, membedakan antara satu dengan yang lainnya dengan ruang lingkup penataan sistem kemasyarakatan, hak, dan kewajiban setiap orang.
Setelah agama Islam resmi menjadi agama Kerajaan Bone pada abad ke-17, maka keempat komponenpangngadereng (Ade, Bicara, Rapang, dan Wari) ditambah lagi satu komponen, yakni Sara (Syariah). Dengan demikian ajaran Kajao Lalliddong tentang hukum yang mengatur kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kominitas dalam wilayah kerajaan, dengan ditambahkannya komponen sara diatas menjadi semakin lengkap dan sempurna. Ajaran Kajao ini selanjutnya menjadi pegangan bagi kerajaa-kerajaan Bugis yang ada di Sulawesi Selatan.
Dapat dikatakan, bahwa lewat konsep “Pangngadereng” ini menumbuhkan suatu wahana kebudayaan yang tak ternilai bukan hanya bagi masyarakat Bugis di berbagai pelosok nusantara. Bahkan ajaran Kajao Lalliddong ini telah memberi warna tersendiri peta budaya masyarakat Bugis, sekaligus membedakannya dengan suku-suku lain yang mendiami nusantara ini.
Semasa hidupnya Kajao Lalliddong senantiasa berpesan kepada siapa saja, agar bertingkahlaku sebagai manusia yang memiliki sifat dan hati yang baik. Karena menurutnya, dari sifat dan hati yang baik, akan melahirkan kejujuran, kecerdasan, dan keberanian. Diingatkan pula, bahwa di samping kejujuran, kecerdasan, dan keberanian maka untuk mencapai kesempurnaan dalam sifat manusia harus senantiasa bersandar kepada kekuasaan “Dewata SeuwwaE” (Tuhan Yang Maha Esa). Dan dengan ajarannya ini membuat namanya semakin populer, bukan hanya dikenal sebagi cendekiawan, negarawan, dan diplomat ulung, tetapi juga dikenal sebagi pujangga dan budayawan.
Nama dan jasanya sampai kini terpatri dalam hati sanubari masyarakat Bone khususnya, bahkan masyarakat bugis pada umumnya. Dia adalah peletak dasar konsep-konsep hukum (Pangngadereng) dan ketatanegaraan yang sampai kini msaih melekat pada sikap dan tingkah laku orang Bugis.
Saat-saat Terakhir dalam Hidupnya
Mengingat usia Lamellong Kajao Lalliddong pada akhir pemerintahan Latenri Rawe Bongkangnge (1584) sudah mencapai 71 tahun, maka banyak yang berpendapat, bahwa pada masa pemerintahan raja Bone ke-8 peranan Kajao Lalliddong secara pisik sebagai penasihat kerajaan tidak lagi terlalu nampak, kecuali buah-buah pikirannya tetap menjadi acuan bagi raja dalam melaksanakan aktivitasnya. Pada masa inilah Lamellong yang digelar Kajao Lalliddong meninggal dunia.
Sumber-sumber lisan misalnya cerita rakyat di Kabupaten Bone menyebutkan bahwa di saat usia uzur, beliau memilih meninggalkan istana raja dan kembali ke kampung kelahirannya di Lalliddong yang pada saat itu berada dalam wilayah wanua Cina. Tetapi bukan berarti buah-buah pikirannya tidak lagi dibutuhkan. Setiap saat raja dan aparatnya masih tetap meminta pendapat bila ada hal-hal yang sulit untuk dipecahkan.
Tentang pemberian gelar “Kajao” yang menurut bahasa Bugis, hanya diperuntukkan bagi nenek perempuan, hal ini menimbulkan analisis, bahwa selama hidupnya Kajao Lalliddong berperan sebagai “Rohaniawan” (Bissu) di mana pada saat itu Kerajaan Bone masih dipengaruhi oleh agama Hindu. Dengan peranannya sebagai Bissu, maka tingkah lakunya selalu namapak sebagai layaknya seorang perempuan.
Di desa Kajao Lalliddong Kecamatan Barebbo kabupaten Bone ada dua versi tentang peristiwa meninggalnya ahli pikir kerajaan Bone itu. Versi pertama menyebutkan, bahwa Kajao Lalliddong diakhir hidupnya ditandai dengan peristiwa “Mallajang” (menghilang) bersama anjing kesayangannya. Pada saat itu Kajao Lalliddong bersama anjingnya berjalan-jalan di Kampung Katumpi sebelah selatan kampung Lamellong, namun setelah dilakukan pencarian, ternyata Kajao Lalliddong bersama anjingnya tidak dapat ditemukan. Dengan demikian orang-orang di kampung Lalliddong menyatakan “Mallajang” (menghilang).
Versi kedua menyatakan di saat usia Kajao lalliddong bertambah uzur, pada akhirnya menghembuskan nafas terakhir dengan tenang. Hanya tidak disebutkan bagaimana proses pemakamannya, apakah mengikuti prosesi animisme, atau agama Hindu, yakni dibakar atau dimakamkan sebagaimana kebiasaan orang Bugis saat itu.
Tentang makamnya yang terletak di Desa Lalliddong sekarang ini, menurut penduduk setempat pada mulanya hanyalah merupakan kuburan biasa yang ditandai sebuah batu sebagai nisan. Nanti pada suatu saat beberapa turunannya mengambil inisiatif dengan memugarnya, sehingga sekarang nampak lebih unik dari kuburan lainnya.
Di sekitar makam Kajao Lalliddong terdapat beberapa kuburan tua. Menurut cerita penduduk di desa itu yang merasa turunannya, bahwa kuburan-kuburan itu adalah sanak keluarga Lamellong Kajao Lalliddong di masa hidupnya. Sedikitnya ada empat kuburan tua yang terdapat disekitar kuburan Kajao Lalliddong samapai sekarang tetap terjaga dan terpelihara.
Menurut sumber yang dapat dipercaya, bahwa saat-saat terakhir kehidupan Lamellong Kajao Lalliddong memperlihatkan hal-hal yang istimewa tentang ilmu kebatinan. Bahkan masyarakat banyak menganggap Kajao Lalliddong memilki berkah, sehinnga setiap saat dikunjungi oleh banyak orang.
Tongkat Lamellong
Di dusun Lamellong sekarang ini terdapat sebuah pohon besar yang berdiameter kira-kira 10 meter lebih hingga sekaran masih nampak berdiri dan tumbuh menjulang tinggi. Masyarakat meyakini pohon itu adalah tongkat Lamellong.
Konon pada suatu hari, Lamellong pernah mengambil pohon” Nyelle “ yang masih kecil untuk dijadikan tongkat. Namun karena tongkat itu tidak lagi digunakan maka dipancangkannya di atas tanah. Ternyata tongkat kayu itu kemudian tumbuh dengan suburnya, sampai sekarang pohon itu masih ada. Bahkan poho besar itu dijadikan penanda oleh penduduk setempat kapan mulainya musim tanam jagung. Menurut para petani di kampung Lalliddong apabila pohon nyelle itu sudah betul-betul rimbun maka tibalah saatnya menanam jagung. Selain itu pelaut-pelaut dari Sulawesi Selatan dan Tenggara yang akan berlabuh di Barebbo, maka pohon itulah dijadikan sebagai pedoman. Menurut mereka, selagi masih jauh dari daratan sudah kelihatan, puncak pohon ini sayup-sayup melambai.

Benar atau tidak, yang jelas bahwa pohon nyelle tersebut yang diyakini masyarakat setempat sebagai tongkat Lamellong, masih dapat disaksikan keberadaannya hinnga saat ini. Oleh sebagian masyarakat setempat menganggap pohon besar itu “angker”
( Oleh : Mursalim, S.Pd., M.Si.) Teluk Bone

Watampone Wanuakku

Watampone wanuakku
Wanua alebbireng
Nairing angin tasi
Tasi’na teluk Bone
    Massalipu pangadareng
    Na tudang ri langkana
    Nawala-wala suji
    Ri langkana Bola Soba
Mappesona temmaggangka
Nasiyame ada-ada
Sitonra-tonra ola
Ri Tana bangkalae
    Bunga palla ri tengngana
    Mabeluwa sampo geno
    Unga nairing angin
    Lipu Arung Palakka
Angin timo maruddani
Poleni pattasie
Sitinro-tinro lopi
Lebo ri Tanjung Pallette
    Giling tinro tengnga benni
    Uni manu massengereng
    Matteddung worong-porong
    Ri tengngana Bulu Mampu
Sunge pole tenribali
Silasa tenridapi
Addampengengnga kasi
Ri lino ri ahera
By.Gita

Srikandi Bugis yang Hijrah

Sujud menyembah kepada Allah Sang Pencipta yang mewujudkan segalanya. Saya memeluk agama Islam dengan erat. Saya junjung di atas kepala. Kuusung ke puncak langit mahligai emas cahaya kebesaran Ilahi. Bersalawat kepada yang Mulia Rasulullah Muhamad SAW sekeluarga dan sahabatnya.

Ada tiga kekuatan gaib  terpancang kukuh di dalam diriku membuat ingatan dan kesetiaan hatiku TEA LARA (Tak mau Lemngser) kepada Pesona Tanah Bugis yang tercinta :
1. Darah dagingku adalah tetesan darah laskar, abdi, patriot, pembela Tanah Bugis yang keramat dalam kebesaran dan kemuliaan Allah.
2. Aku adalah hamba-MU ya Allah. Engkau takdirkan lahir di Tana Bugis yang keramat, bangkit berdiri, hidup rela berkorban, mati, memikul  susah senangnya Tana Bugis Tercinta.
3. Atas kehendak-MU ya Allah, aku hijrah bermukim dan menetap mengabadi di negeri orang. Meniti pada limpahan rahmat kasih sayang-MU ya Allah, kami bagaikan berkalung emas, karena berpucuk harapan kehendak-MU yang berlaku dan itulah yang menjadi kenyataan. Namun pesona Tana Bugis tercinta sukar lengser dalam hati dan ingatan.

Bergetar hati berdebar jantung menggelegar di dada. Berdiri merinding menangis bulu roma mengucurkan keringat, merintih ke sum-sum tulang menggerakkan otot daging mengungkit tenaga perkasa bekerja tanpa pamrih dan ikhlas  yang menyadari keberadaan diri sebagai Bangsa Bugis yang ikhlas mengabdi di bumi Wanua Lain. Tidak angkuh, tidak sombong, sopan dan santun, terhormat, terpuji tidak memandang enteng sesama hamba Allah, seperti padi congkak tak berisi. Kecuali hanya merasa adanya getaran suara Ilahi membisisk dalam hati nurani nan suci. Walaupun wujud dan jasad ini ada di negeri Lipu Tenrita, namun Aura jiwaku terpancang kukuh di Tana Sumange Tana Bugis. Keabadian Aura Semangat Leluhurku takkan sirna sejengkalpun.
By.Gita

BADAI PASTI BERLALU

SIANG itu, angin bertiup perlahan lembut dari arah samudera Hindia, terasa sejuk mengelus ari tubuhku dibalik switer yang kukenakan. Merah maron warnanya bergaris putih melintang. Sangat senang aku memakainya bila melaut mencari ikan bersama ayahku, karena terasa hangat dibadan melindungi dari terpaan angin dingin bila malam tiba.
 Begitu aktivitasku sebagai anak nelayan mengais rezeki dilaut sekedar penyambung hidup keluarga kami. Kecuali malam minggu, aku tidak melaut bersama ayahku karena anak remaja sebayaku telah sepakat untuk kumpul bersama di pos kamling begadang main domino hingga larut malam jelang pagi. Malam berikutnya aku tertidur pulas dibuai mimpi buruk yang sangat mengerikan.
“Tadi malam anakda bermimpi buruk bunda.” ujarku pada keesokan paginya setelah aku terbangun dari lelap tidurku.
“Mimpimu apa Mul?” tanya bundaku sambil memperbaiki jaring penangkap ikan yang sedang dijemur dihalaman rumah.
“Air laut kulihat berubah warna bunda.” jawabku dengan nada cemas.
“Air laut itu memangnya warna apa lagi, kalau bukan warna biru tokh!” ujar bundaku dengan nada datar.
“Ah, betul bunda, tapi sangat aneh, dari warna biru menjadi hitam, kemudian berubah warna menjadi merah menyerupai darah lalu menghempas dengan dahsyatnya ke bibir pantai.” kataku serius meyakinkan bundaku yang berjalan menaiki anak tangga rumah.
“Biru, hitamke, merahke, semuanya sama apa bedanya, namanya saja mimpi.” sahut bundaku kembali dengan nada kesal sembari menatapku tajam.
“Tapi, warna merah itu bunda.” desakku sekali lagi dengan nada serius.
“Yah namanya saja mimpi, itu khan hanya bunga-bunga tidur.” katanya lagi berupaya menyabarkan aku kemudian berlalu menuju keruang dapur menyiapkan makanan untuk sarapan pagi.
Hari berjalan terus kemudian berganti. Aku berupaya untuk melupakan mimpi buruk yang sangat mengerikan itu, namun aku dibayang-bayangi selalu kemana aku pergi, biru, hitam, kemudian berubah menjadi merah akh, kenapa terjadi demikian, sangat aneh dan apa makna dari mimpiku itu, begitu desisku perlahan sambil berjalan menuju masjid untuk sholat berjamaah. Ada benarnya kata bundaku, mimpi itu hanya bunga-bunga tidur, pikirku sekali lagi.
Dihari itu aktivitas kota Meulaboh berjalan normal sama seperti hari-hari sebelumnya, tak ada tanda-tanda atau petunjuk bila akan terjadi suatu musibah besar yang akan melanda kota itu. Rumah tempat tinggal keluarga kami berjarak hanya sekitar kurang lebih tiga ratus meter dari bibir pantai.
Perkampungan nelayan yang bermata pencaharian menangkap ikan mayoritas penghuninya, kalaupun ada penduduk selain nelayan itupun dapat dihitung, dengan jari tangan jumlahnya. Olehnya jelas terlihat aktivitas mereka disaat sore hari menjelang malam, bila hendak melaut menangkap ikan.
 Bila malam tiba dari kejauhan nampak jelas lampu-lampu perahu nelayan kerlap-kerlip dibuai ombak, begitu panoramanya sangat indah mempesona. Kami keluarga nelayan terdiri dari ayah, ibu, dan aku sendiri anak lelaki sulung dari tiga bersaudara anak kedua perempuan dan terbungsu anak laki-laki.
Minggu pagi 26 Desember 2004, waktu menunjukkan pukul 8.30 pagi, tiba-tiba aku dikejutkan oleh guncangan yang sangat hebat membuat semua bangunan rumah dan gedung bergoyang bagai ayunan bayi dan akhirnya aku sadar bahwa guncangan itu adalah gempa bumi yang sedang melanda negeri kami.
Sangkaanku semula itu hanya terpaan angin laut yang senantiasa datang tiba-tiba berhembus kencang, namun selang beberapa menit kemudian kembali terulang lagi dengan guncangan yang lebih dahsyat, mengakibatkan hampir seluruh bangunan gedung dan rumah-rumah penduduk kota Meulaboh hancur luluh lantak berkeping-keping.
Penduduk kampung berhamburan lari keluar rumah mencari tempat perlindungan yang lebih aman, khawatir mereka tertimpa oleh reruntuhan bangunan rumah dan gedung-gedung bertingkat.
Sesaat kemudian terdengar suara gemuruh yang amat dahsyat datangnya dari arah pantai. Sepertinya bunyi pesawat jet tempur yang baru saja lepas landas, disusul dengan suara teriakan dari warga kampung ada air,............. air............. cepat,............. cepat lari, ............. selamatkan diri, ...... begitu suara histeris dan jerit tangis terdengar memilukan hati, sambil mereka berlarian kucar-kacir berusaha menyelamatkan diri masing-masing dari air pasang yang datang tiba-tiba, mencari tempat yang lebih aman.
 Hanya dalam hitungan menit gelombang air pasang yang disebut Tsunami menerjang memporak-porandakan menyapu bersih seluruh kota Meulaboh. Air diperkirakan naik setinggi 6 hingga 10 meter membuat rumah-rumah penduduk hancur berantakan berkeping-keping rata tanah.
 Kami bertiga yaitu bundaku dan adik perempuanku berupaya menyelamatkan diri dengan cara saling berpegangan tangan menunju tempat yang agak ketinggian, namun tak berselang lama keduanya terpisah denganku terlepas dari genggamanku akibat terpaan derasnya gelombang air laut.
Aku berupaya keras dengan sekuat tenagaku berenang mengejarnya namun akhirnya sia-sia usahaku, karena arus gelombang lebih kuat menyeretnya jauh ketengah, dan dalam waktu yang tidak lama perlahan-lahan keduanya hilang lenyap dari pandanganku ditelan oleh ganasnya gelombang Tsunami.
 Begitu derasnya air pasang, aku terseret sejauh kurang lebih satu setengah kilometer dari reruntuhan rumah kami. Terapung-apung dipermainkan oleh gelombang laut selama berjam-jam lamanya, kemudian aku tersangkut diatas pohon kayu, lalu aku berpegang erat pada dahannya agar tidak terseret lebih jauh oleh arus gelombang yang amat deras. Menanti saat surutnya air baru aku turun dari atas pohon kayu, berupaya berjalan dengan langkah tertatih-tatih menuju rentuhan rumah tempat tinggal kami.
 Ketika aku tiba, kutemui tinggal puing-puing bekas reruntuhan bangunan rumah terdiri dari kepingan-kepingan kayu balok dan tumpukan sampah yang berserakan dimana-mana.
Aku tertegun sesaat, lalu berdiri mematung sembari beristigfar. Begitu melihat mayat sudah banyak bergelimpangan dimana-mana, disisi kiri-kanan jalan, dibawah rawa berlumpur, di dalam semak belukar, diatas dahan kayu, ada pula yang sedang mengapung-apung hanyut terbawa arus gelombang laut, entah berapa banyak yang telah tewas tak terhitung jumlahnya, ribuan bahkan puluhan ribu. Banyak yang kehilangan suami dan sebaliknya, anak-anak kehilangan kedua orang tuanya juga sebaliknya serta sanak famili lainnya, mereka saling cari mencari.
Aku terpisah dari anggota keluargaku bercerai berai, entah hidup, entah sudah tewas terbawa arus gelombang Tsunami, tak tahu, entah dimana mereka berada, yang aku tahu pada malam sebelum kejadian musibah, ayahku bersama adik laki-lakiku sedang melaut menangkap ikan hingga pasca musibah terjadi, keduanya belum pulang-pulang juga kerumah, tentunya sangat tipis kemungkinannya untuk dapat hidup, kecuali mendapat mujizat dari Allah, jika memang masih menghendaki hamba-Nya panjang usianya.
 Sehari sesudah kejadian musibah aku menelusuri setiap sudut kota berjalan terus diantara reruntuhan bangunan yang berantakan, disela-sela ribuan mayat yang bergelimpangan. Aku berupaya sekuat tenagaku mencari terus dimana keberadaan kedua orang tuaku serta kedua adikku, kendatipun mereka telah tewas menjadi mayat.
Kota Meulaboh luluh lantak porak peranda diterjang oleh gelombang Tsunami membuat semua fasilitas umum kota itu tak dapat berfungsi, berubah menjadi kota mati. Bau amis bangkai manusia dan binatang menyengat sangat menganggu pernafasan.
 Aku berjalan terus dari satu tempat penampungan ke tempat pengungsian lainnya dengan harapan dapat menemukan anggota keluargaku. Berhari-hari aku berjalan akhirnya aku sudah letih namun sia-sia usahaku karena tidak kutemukan biar satu diantara mereka.
Aku sesunggukan meratapi nasibku yang malang, aku pasrah, ikhlas melepas kepergian mereka, semuanya kuserahkan kepada Yang Maha Kuasa.
Hari-hari berikutnya aku bergabung bersama pengungsi korban lainnya bernaung dibawah tenda-tenda darurat menunggu uluran tangan dari pihak yang bersimpati terhadap korban gempa dan gelombang Tsunami.
Berhari-hari aku bersama korban lainnya berada ditempat penampungan sementara dan akhirnya bantuan kemanusiaan serta beberapa relawan sudah mulai berdatangan dari berbagai daerah diseluruh pelosok tanah air, bahkan dari negara luarpun berlomba-lomba memberikan bantuan kemanusiaan berupa bahan makanan, pakaian dan obat-obatan.
Kota-kota lainnya seperti Banda Aceh, Lhok Seumawe, Bireum, Sigli. Lhoknga tak luput dari musibah bencana serupa namun tak separah dengan kota Meulaboh karena pusat gempa sangat dekat sekali membuat kota itu terisolir dengan kota-kota lainnya di Sumut karena akses jalan dan jembatan terputus tak dapat difungsikan sebagaimana mestinya. Untuk menjangkau kota Meulaboh satu-satunya jalan alternatif ditempuh hanya lewat udara dengan kapasitas sangat terbatas karena hanya helikopter saja yang dapat diharapkan untuk mengangkut bantuan bahan makanan dan obat-obatan.
Aku masih dalam kebingungan, karena hingga saat ini aku belum berhasil menemukan kedua orang tuaku beserta kedua adikku. Aku tinggal sebatang kara dipengungsian dengan berbekal hanya satu-satunya pakaian yang lekat dibadan dan tak satupun barang berharga yang dapat kami selamatkan, satu kesyukuran karena aku lolos dari cengkraman maut kendati aku telah kehilangan ayah, ibu serta kedua adikku, dan aku pikir nyawa jauh lebih berharga dari segalanya, kecuali sebuah kartu tanda penduduk yang kukantongi selalu tertulis, Tengku Mukhlas, umur 27 tahun tinggal di Meulaboh Sumut.
Hanya satu harapan diiringi doa semoga badai berlalu membawa hikmah bagiku juga bagi korban gempa dan gelombang Tsunami lainnya.
Kupandangi laut yang sedang menderu, menepis tepian pantai walau hati ini trauma menjerit pedih melihat gelombang laut, seolah melantunkan sebuah tembang lara,  Badai Pasti Berlalu.

10. CIRI KEPEMIMPINAN RAJA BANGSA BUGIS

1.Mempunyai watak BUMI,  yaitu  seorang pemimpin hendaknya mampu melihat jauh ke depan, berwatak murah hati, suka beramal, dan  senantiasa berusaha untuk tidak  mengecewakan kepercayaan rakyatnya

2.Mempunyai watak LANGIT, yaitu langit mempunyai keluasan yang  tak terbatas hingga mampu menampung apa saja yg datang  padanya. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan batin dan  pengendalikan diri yang  kuat, sehingga dengan sabar mampu menampung pendapat rakyatnya yang bermacam-macam

3.Mempunyai watak BINTANG, yaitu bintang senantiasa mempunyai tempat yang tetap di langit sehingga dapat menjadi pedoman arah (Kompas). Seorang pemimpin hendaknya menjadi teladan rakyat kebanyakan tidak ragu menjalankan keputusan yang disepakati, serta tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang akan menyesatkan.

4.Mempunyai watak MATAHARI, yaitu matahari adalah sumber dari segala  kehidupan, yang membuat semua mahluk tumbuh dan berkembang. Seorang pemimpin hendaknya mampu mendorong dan menumbuhkan daya hidup rakyatnya utk membangun negara dengan memberikan bekal lahir dan batin untuk dapat  berkarya dan memamfaatkan cipta, rasa, dan karsanya.

5.Mempunyai watak BULAN, yaitu keberadaan bulan senantiasa menerangi kegelapan malam dan menumbuhkan harapan sejuk yang indah mempesona. Seorang pemimpin hendaknya sanggup dan dapat memberikan dorongan dan mampu membangkitkan semangat rakyatnya, ketika rakyat sedang  menderita kesulitan. Ketika rakyatnya sedang susah maka pemimpin harus berada di depan dan ketika rakyatnya senang pemimpin berada di belakang.

6.Mempunyai watak ANGIN, yaitu angin selalu berada disegala tempat tanpa   membedakan daratan tinggi dan  daratan rendah ataupun ngarai. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyatnya, tanpa membedakan derajat dan  martabatnya, hingga secara langsung mengetahui keadaan & keinginan rakyatnya.

7.Mempunyai watak API, yaitu api mempunyai kemampuan untuk  membakar  habis dan menghancurleburkan segala sesuatu yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan hukum dan kebenaran secara  tegas dan  tuntas tanpa pandang bulu.

8.Mempunyai watak TANAH, yaitu tanah merupakan dasar berpijak dan rela dirinya ditumbuhi. Seorang pemimpin harus menjadikan dirinya penyubur kehidupan rakyatnya dan tidak tidur memikirkan kesejahteraan rakyatnya.

9.Mempunyai watak SAMUDRA, yaitu laut, betapapun luasnya, senantiasa mempunyai  permukaan yg rata dan bersifat sejuk menyegarkan. Seorang pemimpin hendaknya menempatkan semua rakyatnya pada  derajat dan  martabat yang  sama di hatinya. Dengan  demikian ia dapat berlaku adil, bijaksana dan  penuh kasih sayang terhadap rakyatnya.

10.Mempunyai watak RUMAH, yaitu rumah senantiasa menyiapkan dirinya dijadikan sebagai tempat berteduh baik malam maupun malam. Seorang pemimpin harus memayungi dan melindungi seluruh rakyatnya.

Ungkapan Toriola

Di kalangan Bangsa Bugis, mungkin tidak asing di telinga kita ungkapan-ungkapan leluhur (To Riolota). Ungkapan Tradisonal sebagai aspek budaya yang diakui mengandung nilai-nilai yang perlu dilestarikan. Hal semacam ini sekarang sudah sangat langka. Hanya sesekali ada terdengar diucapkan oleh orang-orang tua disaat ada pertemuan tradisi (acara Budaya). Selain kandungan yang ada didalamnya juga segi sastranya sangat halus, sampai tidak mudah dibuat oleh orang.
Ungkapan ini biasanya disampaikan kepada anak untuk melakukan sesuatu kebiasaan baik yang baik maupun tidak baik, tetapi membuatkan semacam sebab akibat yang sangat ditakuti oleh si anak. Misalnya ibu mati, dia bisa pendek umur, ia terlambat besar. Begitu pula sebaliknya, ada yang sesungguhnya diperintahkan melakukannya, dengan akibat baik apabila dilakukannya.
Beberapa Ada-ada To Riolo yang merupakan nasihat orang tua kepada anaknya antara lain sebagai berikut:

1.MAUNI COPPO' BOLANA GURUTTA' RIUJA MADORAKAMONI'
Artinya : Walaupun bubungan atap rumah Guru yang dicela, maka kita pun berdosa.
FungsI : Agar anak senantiasa menghormati Gurunya.
Nilai : Pendidikan akhlak.

2.AJA' MUOPPANG NASABA MATEI MATI INDO'MU
Artinya : Jangan Engkau tidur tengkurap/ meniarap, nanti mati ibumu.
Fungsi : Supaya anak menghentikan kebiasaan yang merugikan dirinya yakni bisa berakibat sesak nafas
Nilai : Pendidikan kesehatan.

3. NAREKKO PURANI RIACCINAUNGI PASSIRING BOLANA TAUWE TEMPEDDINNI RINAWA-NAWA MAJA
Artinya : Kalau kita sudah berteduh dibawah atap rumahnya seseorang, sudah tidak boleh lagi
dibenci (diusahakan ia binasa).
Fungsi : Supaya anak tahu menghargai budi orang lain.
Nilai : Pendidikan akhlak

4. AJA MULEU RI TANAE, KONALLEKKAIKO MANU-MANU MATEITU INDO'MU
Artinya : Jangan kamu baring ditanah, karena kalau ada burung melewatimu ibumu akan mati.
Fungsi : Supaya anak jangan mengotori dirinya.
Nilai : Pendidikan kesehatan.

5. AJA MUALA AJU PURA RETTE' WALIE NAKOTENNA IKO RETTE'I, AJA' TO MUALA AJU RIPASANRE'E, KOTENNA IKO PASANREI
Artinya : Jangan kau ambil kayu yang sudah dipotong ujung dan pangkalnya. Dan jangan pula engkau ambil kayu yang tersandar, kalau bukan kau yang sandarkan.
Fungsi : Supaya anak tahu menghargai hak orang lain.
Nilai : Pendidikan kejujuran.

6. AJA MUINUNG TETTONG, MALAMPEI LASOMU
Artinya : Jangan minum berdiri, nanti panjang kemaluanmu.
Fungsi : Supaya gelas tidak jatuh/pecah.
Nilai : Memelihara keselamatan barang.

7. AJA MUNAMPUI TANAE, MATARUKO
Artinya : Jangan menumbuk tanah, karena kamu bisa jadi tuli.
Fungsi : Supaya anak tidak mengotori dirinya sendiri.
Nilai : Pendidikan kebersihan.

8. NGOWA NA KELLAE, SAPU RIPALE PAGGANGKANNA
Artinya : Loba dan tamak, berakibat kehampaan.
Fungsi : Supaya anak tahu mensyukuri yang ada (sedikit tapi halal).
Nilai : Pendidikan untuk menghormati hak orang lain (tidak serakah)

9. AJA MUANRE TEBBU RI LEUREMMU, MATEI INDO'MU
Artinya : Jangan makan tebu ditempat tidurmu, akan mati ibumu.
Fungsi : Supaya anak tidak kotor, dan dikerumuni semut.
Nilai : Pendidikan kebersihan.

10. RICAU AMACCANGNGE, RIABBIASANGENGNGE
Artinya : Kalah kepintaran dari kebiasaan atau pengalaman.
Fungsi : Supaya anak rajin membiasakan diri belajar.
Nilai : Pendidikan kepatuhan.

11. Aja Muakkelong Riyolo Dapureng, Tomatowa Matu Muruntu’
Artinya : Jangan menyanyi di muka dapur, jodohmu nanti orang tua.
Fungsi : Supaya anak tahu menempatkan sesuatu pada posisinya masing-masing.
Nilai : Pendidikan ketertiban.

12.GETTENG LEMPU ADATONGENG
Artinya : Tegas, jujur serta berkata benar.
Fungsi : Supaya anak teguh pada pendirian,,jujur, dan berbudi bahasa yang baik.
Nilai : Pendidikan mental.

13. Aja Mubuangi Sanru’e, Maponco Sunge tauwe.
Artinya : Jangan menjatuhkan sendok, kita pendek umur.
Fungsi : Supaya sendok tak jatuh kotor.
Nilai : Pendidikan kebersihan.

14. Komuturusiwi Nafessummu, padaitu mutonanginna lopi Masebbo’E.
Artinya : Kalau kamu menuruti nafsumu, sama saja engkau menumpang perahu bocor.
Fungsi : Kalau tidak tahu mengendalikan diri, pasti binasa.
Nilai : Pendidikan untuk mengendalikan diri (amarah).

15. Engkatu Ada Matarengngi Nagajangnge.
Artinya : Ada perkataan lebih tajam dari keris.
Fungsi : Supaya anak memelihara selalu bahasanya kepada orang lain.
Nilai : Pendidikan akhlak.

16. Naiyya Balibolae, Padai Selessurengnge.
Artinya : Adapun tetangga itu sama dengan saudara.
Fungsi : Supaya kita menghormati tetangga.
Nilai : Pendidikan akhlak bermasyarakat.

17. Aja Mutudang risumpangnge, Mulawai dalle’E.
Artinya : Jangan duduk dimuka pintu, kau menghambat rezeki.
Fungsi : Supaya anak tidak menghalangi orang yang mau lewat.
Nilai : Pendidikan Tatakrama.

18. Rekko Mupakalebbi’i Tauwe, Alemutu Mupakalebbi.
Artinya : Kalau kamu memuliakan orang, berarti dirimulah yang kau muliakan.
Fungsi : Agar anak senantiasa memuliakan dan menghargai orang lain.
Nilai : Pendidikan Tatakrama.

19. Aja’ Muasseringangngi Pale’mu, Sapu ripalekko.
Artinya : Jangan jadikan sapu telapak tanganmu, nanti kamu hampa tangan.
Fungsi : Supaya anak jangan mengotori tangannya, dan bisa kena benda tajam.
Nilai : Pendidikan kebersihan.

20. Aja Mutudangiki angkangulungnge, malettakko.
Artinya : Jangan menduduki bantal, nanti kau kena bisul.
Fungsi : Agar anak tidak merusak alat tempat tidur.
Nilai : Pendidikan untuk tetap memelihara peralatan.

21. Anreo Dekke inanre, Namalampe Welua’mu.
Artinya : Makanlah Nasi yang hangus pada dasar periuk supaya panjang rambutmu.
Fungsi : Membuat anak mau saja makan nasi yang tidak baik (hangus).
Nilai : Pendidikan pembiasaan anak tidak mubazir.

22. Resopa Natemmangingngi, Malomo nNletei Pammase Dewata
Artinya : Hanya kerja disertai ketekunan, mudah mendatangkan rezeki Tuhan.
Fungsi : Agar anak tidak malu bekerja keras untuk mendapat rezeki.
Nilai : Pendidikan kerajinan dan ketekunan.

23. Naiyya Olokolo’E Tuluna Riattenning, Naiyya Tauwe Adanna Riattenning.
Artinya : Kalau binatang, talinyalah yang dipegang, kalau manusia perkataannya yang dipegang.
Fungsi : Agar anak konsisten dapat menepati perkataannya.
Nilai : Pendidikan kejujuran (akhlak).

24. Cicemmitu tauwe Tai ri lalengnge, Idi’na sini riaseng.
Artinya : Sekali kita berak di jalan, maka kitalah yang selalu dituduh.
Fungsi : Jangan sekali-kali kita berbuat yang tidak baik, karena selalu kitalah yang dituduh kalau ada perlakuan yang sama.
Nilai : Pendidikan anak jangan melakukan yang buruk.

25. Panni’na manue muanre, Malessiko lari.
Artinya : Sayapnyalah ayam yang kau makan, jadinya kau kuat lari.
Fungsi : Supaya anak tidak manja dalam memilih makan.
Nilai : Pendidikan agar anak tidak membuat masalah terhadap makanan keluarga.

26. AJA MURENNUANGNGI ANU DEE RI LIMAMMU
Artinya : Janganlah engkau terlalu mengharapkan apa yang belum ada pada tanganmu.
Fungsi : Supaya tidak terlalu berani mengharapkan barang (uang) yang belum tentu didapat (hari) itu.
Nilai : Peringatan agar tidak meremehkan janji, sampai salah jadinya.

Selasa, 01 Februari 2011

Pribahasa Bugis.

1. Agana ugaukengngi, pakkadang teppadapi, nabuwa macenning.
Maksudnya: Hasrat hatiku menggelora untuk memilikinya, tapi kemampuanku sangat terbatas.
2. Mau luttu maasuwaja, tatteppa rewemuwa tosiputoto-e.
Maksudnya: Walaupun pergi jauh kemana-mana, kalau sudah jodoh pasti surut kembali.
3. Melleki tapada melle; tapada mamminanga; tasiyallabuang.
Maksudnya: Mari kita saling menjalin hubungan mesra supaya cita-cita segera menjadi kenyataan.
4. Iyyaro mai melleku; tebbulu te’ttanete; lappa manengmua.
Maksudnya: Kasih sayang yangkuberikan padamu tak satupun dapat menghalangi.
5. Iyya memeng-paro mai; lejjai addenengku; mattaro pura-e.
Maksudnya:Yang ingin menjalinkasih padaku adalah merek yang mencurahkan sepenuh hatinya.
6. Iyya siya menasakku; mattonra jaritokki; lete di manipii.
Maksudnya: Harapanku ingin hidup semati denganmu.
7. Teyawa naparampaki; teddung makape-kape; tenna pacinaongi.
Maksudnya: Saya tidak akan menumpahkan kasih kepada orang yang tidak bertanggung jawab.
8. Lele akkutanamukki; ala tebbulu-ekki; naleworo tasi.
Maksudnya: Boleh tanyakan betapa lembut jiwaku, betapa bulan hatiku, tak perlu diragukan.
9. Duppa mata ninitokko; ennau mata-tokko; ajak murikapang.
MAKsudnya: Jika kita bertemu pandang, berusahalah menghilangkan kesan yang dapat mencurigakan.
10. Sipongemmu kupacokkong, ribola tudangengmu; teyana mawela.
Maksudnya: Sejak kita bertemu di rumahmu, sejak itulah aku kenang selalu.
11. Rekkuwa tennungi melle; taroi temmasakka; napodo malampe.
Maksudnya: Bila menaruh kasih jangan berlebihan, agar tambah bersemi lebih lama.
12. Laoko kuturutokko, kupabokongitokko; nyameng kininnawa.
Maksudnya: Dengan sepenuh hati dan segenap jiwaku mengantar dikau ke pulau idaman.
13. Ujung tennungi mulao; iyyapa natabbukka idipa taddewe.
Maksudnya: Kehormatanku adalah kehormatanmu pastilah aku jaga dan aku akan kembali keharibaanmu.
14. Mappetuju langii-mana; bitara sampo-engngi; tujunna lipumu.
Maksudnya: Dimana gerangan kampungmu disanalah kucurahkan keluhan jiwaku.
15. Uddanikku temmagangka; dimengku temmappetu; riwangun kalemu.
Maksudnya:Kau kukenang selalu dan kupuja sepanjang masa, sekujur tubuhmu.
16. Taroko melle mallebbang; tinulu mappesona; nateya malegga’’.
Maksudnya: Kebaikanmu yang menawan, kesetiaanmu nan rajintidak akan kulupakan.
17. Mauni di Jawa monro; nyawa situju-ede; teppaja rirampe.
Maksudnya: Walaupun tingal di Jawa bila hati sudah bertaut terkenang selalu.
18. Laowi pattendung langi; posampu temmalullu, lawangeng mabela.
Maksudnya:Walaupun merantau jauh di sanabudi baikmu terkenang selalu.
19. Sipongekku mupacokkong; ricamming nawa-nawa; tekku tepu ale.
Maksudnya: Sejak cinta meracun nan di lara, hatiku merintih, jiwaku meranah, badanku kurus kering.
20. Polena palele winru; tenre kutuju mata padammu sagala.
Maksudnya: Saya telah menelusuri celah-celah kehidupan belum ada taramu.
21. Ininnawa sabbara-e , lolongeng gare deceng tau sabbara-e.
Maksudnya: Orang yang sabar senantiasa mendapat kebajikan yang diidamkan.
22. Tellu-ttaunna sabbara, teng-inang ulolongeng; carubbu sengereng.
Maksudnya: Sudah tiga tahun bersabar menanggung duka, tapi belum Nampak juga titik cerah kebahagiaan.
23. Toripaseng teya mette, tonapolei paseng teya makkutana.
Maksudnya: Yang datang membawa pesan membisu, yang didatangi pesan tercengang membisu.
24. Pekkogana makkutana, rilaleng tennung-ekka napole pasenna.
Maksudnya: Saya tidak sempat bertanya karena kedatanganmu sangat mengherankan.
25. Tekku sappa balanca-e, uparanru’ sengereng, nyawami kusappa.
Maksudnya: Saya tidak cinta harta, tidak ingin kecantikan, tetapi yang saya cari adalah budi bahasa nan halus.
26. Tellu ronna sitinro’, cinna-e udaani-e, napassengereng.
Maksudnya: Tidak dapat dipisahkan antara Cinta, rasa rindu dan kenangan indah.
27. Sangadi dewata-e teya, Tolino-e massampeyang, nakusalai janci.
Maksudnya: Kecuali Tuhan yang tidak merestui, dan masyarakt yang menolak, baru saya mengingkari janji.
28. Mamasepi dewata-e, nalolang sitalleyang tosipominasa-e.
Maksudnya: Menantika ridha’ Tuhan semoga kita dipertemukan.
29. Lempupa na ada tongeng, sanreseng nawa-nawa, tenna pabelleyang.
Maksudnya: Orang yang baik dan jujur merupakan tumpuan harapan tidka mengecewakan.
30. Melleko mellemutowa, tenginang upogau’ melle sewali-e.
Maksudnya: Jika engkau senang padaku, sayapun senang padamu sebaba saya tidak pernah bertepuk sebelah tangan.
SEMOGA PADA MADECENG